Berakhirnya Era Jogo Bonito Timnas Brasil – Tim nasional Brasil dipandang mulai kehilangan identitas sepak bola yang semula menjadi acuan bagi banyak negara. Penyebabnya adalah cuci gudang talenta-talenta muda yang diborong klub-klub kaya Eropa.
Berakhirnya Era Jogo Bonito Timnas Brasil
oragoo – Mendung mengelilingi tim nasional sepak bola pria Brasil beberapa tahun terakhir. Setelah tidak lolos ke Olympiade Paris 2024, timnas dengan julukan ‘Selecao’ itu sekarang hanya menempati posisi keenam babak kualifikasi Piala Dunia di Amerika Selatan. Bagi juara dunia lima kali itu, prestasi Vinicius Junior dkk. masih jauh dari harapan.
Alasannya juga, Dorival Junior merupakan pelatih ketiga dua tahun terakhir yang diberi kesempatan memoles timnas. “Saat ini, tidak ada lagi yang namanya sepak bola ala Brasil,” ujar bekas pemain timnas, Grafite. Gaya permainan indah alias”Jogo Bonito”, yang sihirkan penonton sejak era Pele, sekarang tidak lagi bisa dikenali pada permainan tim Samba.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Eksodus gembosi pengembangan di dalam negeri
Redupnya identitas Brasil, menurut mendiang legenda sepak bola Brasil, Mario Zagallo, digerakkan oleh kemarahan pemasaran bakat muda ke luar negeri. Perkataan itu dikemukakan Zagallo setelah tim asuhannya digempur 1:7 Jerman pada babak semi final Piala Dunia 2014 di tanah air sendiri.
Eksodus Brasil talenta muda itu sendiri dipicu di antaranya oleh perubahan regulasi 20 tahun yang lalu di Eropa. Klub-klub di Eropa setelah itu tidak lagi terbatas untuk berbelanja pemain asing. Menurut Asosiasi Sepak Bola Brasil, kelonggaran tersebut memacu ratusan talenta muda Brasil memperoleh pinangan klub Eropa tahunannya.
“Mal ini mengganggu pembangunan identitas sepak bola Brasil,” demikian statement David Gomes, sejahrawan sepak bola Brasil. Para pemain terbaik, yang mampu mewarisi gaya sepak bola Brasil, sudah tidak punya waktu membudayakan kemampuan itu di negara sendiri, tambahnya.
Baca Juga : Contoh Negara Berkembang Dunia
Di antaranya juga adalah kebebasan menerobos bola seorang diri mengatur jalannya pertandingan. Di Eropa, disiplin tim sebaliknya lebih ditonjolkan dan dididikkan sejak kuliah.
Transfer besar silaukan publik
Biasanya, hanya penjualan talenta istimewa seperti Vinicius Junior pada tahun 2018 atau Endrick ke Real Madrid tahun ini yang menyedot perhatian terbesar.
Namun dengan kuantitas penjualan pemain yang terlewatkan dari pandangan, liga Brasil hanya terus kehilangan substansi dan kualitasnya, baik di tingkat akar rumput maupun di tingkat profesional. Industri pemain muda di Brasil dapat diibaratkan sebagai eksploitasi komoditas bahan mentah. Cuma saja, bukan tembaga, minyak bumi, atau litium yang dieksploitasi oleh negara-negara industri maju, tetapi bakat-bakat sepak bola.
“Hal normal itu jika pemain Brasil beradaptasi dengan cara main sepak bola Eropa, tetapi problemnya timnas Brasil tidak mampu berimbang,” kata Grafite, mantan pemain timnas.
Menurutnya, kecepatan bermain dan ritme pemain Brasil tidak sama dengan di Eropa, kata pria berusia 44 tahun itu. Dua identitas tersebut bertabrakan di tim nasional, kata dia. “Hal ini bisa disimak pada Piala Dunia terakhir,” ujarnya. Di Qatar 2022, Brasil terelim di babak perempat final setelah kalah dari Kroasia.
Baca Juga : Jenis File Musik Digital
Kesuksesan liga Inggris korbankan liga lain
Liga Primer Inggris ini sehari ini dianggap sebagai ukuran klub bola di mata dunia. “Mengapa Premier League bisa menjadi liga terbaik di dunia jika Inggris tidak memiliki pemain terbaik ataupun performa mentereng di Piala Dunia?” bertanya sejarawan Gomes dan memberi jawabannya sendiri: “Itu hanya bisa diperoleh dengan mengimpor pemain, dari Amerika Latin dan Afrika. Dan Brasil adalah salah satu gudang terbesar dari bakat ini.”
“Bayangkan betapa kuatnya liga sepak bola Brasil jika saat ini memiliki pemain yang menghasilkan uang di Inggris, seperti Douglas Luiz, Lucas Paquetá, João Gomes, Bruno Guimarães, Richarlison, atau di liga Eropa lainnya, seperti Vinícius Junior atau Rodrygo,” imbuhnya lagi.
Hampir mustahil menhentikan trend perbelanjaan bakat remaja oleh klub kaya, kata Gomes: “Untuk merealisasikan liga besar di Brasil, terdapat manajemen kelab dan keuangan yang baik. Pertandingan yang sehat diperlukan. Selain itu apa yang mengurangi tergantungan kelab atas penjualan besar.”
Menurutnya, bantuan politik pula diperlukan. “Apa yang dibutuhkan kami adalah peraturan-peraturan melindungi kelab-kelab kecil.”